Rabu, 22 April 2015

Kami Butuh yang Seperti Rasulullah



Assalamu’alaikum…
Saudaraku, sesama muslim, tidakkah kalian tahu bahwa kami, para wanita, ingin menjadi pribadi yang kuat? Tapi keinginan itu seringkali runtuh manakala kami harus dihadapkan pada tiga kata ini: CINTA SEBELUM MENIKAH. Ketahuilah, bahwasanya kami ingin menjadi seperti mereka yang luar biasa menghadapi gejolak jiwa. Bunda Maryam, misalnya. Kami ingin menjadi seperti beliau, hanya mengabdi kepada Allah. Namun apa dikata, Allah memperkenalkan kami pada kalian, lawan jenis kami. Dan sungguh, hanya Allah yang bisa menganugerahkan tiga kata tadi masuk ke dalam hati kami. Kadang kami bimbang, hendak menerimanya sebagai berkah ataukah sebagai musibah. Jika sebagai berkah, kami takut rasa cinta kami kepadaNya terkalahkan oleh perasaan ini. Jika sebagai musibah, setega itukah kami menyebut pemberiannya sebagai musibah?
Sesungguhnya kami berharap semoga kami hanya mencintai siapapun yang menjadi suami kami. Kami juga berharap semoga kami dipantaskan mendapat pendamping yang shalih, disejajarkan dengan Khadijah al-Kubra, dan dilayakkan memperoleh pasangan yang memiliki jiwa Rasulullah di dalam dirinya.
Yang mau dan mampu menjadi imam. Imam keluarga, imam shalat dan imam masyarakat.
Yang mau dan mampu menjadi teladan. Teladan yang baik. Yang sungguh baik.
Yang mau dan mampu menyelamatkan dirinya sendiri dan keluarganya dari api neraka.
Yang mau dan mampu membuat istri dan anaknya mendekat kepada Allah.
Yang ada sifat Muhammad di dalam pribadinya. Sifat itulah yang kami harapkan. Pribadi itulah yang kami butuhkan. Untuk diri kami, untuk keluarga kami, untuk anak cucu kami…
Pribadi yang shiddiq. Yang jujur. Yang tidak suka berbohong dan tidak mudah dibohongi. Bukan penipu. Bukan yang munafik. Melainkan yang berani mengatakan kebenaran walaupun itu pahit. Yang berani mempertahankan kebenaran sekalipun harus menghadapi tekanan.
Pribadi yang amanah. Yang dapat dipercaya. Yang bersedia menepati janji. Yang bersedia menanggung resiko. Yang bertanggung jawab tanpa dipaksa. Yang mengerti tugas dan haknya. Yang bersedia memberi bukti, bukan hanya janji. Yang bersedia menikahi, bukan memacari.
Pribadi yang tabligh. Yang menyampaikan, menyampaikan apapun, termasuk keuangan keluarga beserta pemasukan dan pengeluarannya. Yang menyampaikan ilmu, mendidik istri dan anaknya menjadi lebih baik. Yang terbuka dan transparan. Yang mengandalkan komunikasi, baik kata-kata maupun sentuhan, untuk keluarganya agar tetap sakinah, mawaddah wa rahmah.
Pribadi yang fathanah. Yang cerdas. Cerdas dalam berpikir. Cerdas dalam bertindak. Cerdas dalam menasehati. Dan cerdas dalam memutuskan sesuatu. Yang cerdas mendengarkan dan cerdas berbicara. Yang cerdas menghadapi diri sendiri dan mengelola emosi. Yang cerdas bekerja dan menghidupi sesama. Yang cerdas mengkader generasi penerusnya. Yang cerdas mempersiapkan anak dan istrinya jika suatu saat nanti kami harus mandiri dan menggantikannya sebagai kepala keluarga.
Jadi, jika ada i’tikad baik untuk mengajak kami mendekat kepada Allah dengan menikah, buktikan! Kami tidak akan menunggu. Kami tidak akan meminta untuk yang kedua kalinya. Datangi wali nikah kami! Pastikanlah kepada orang-orang yang menyayangi kami bahwa kalianlah yang Allah takdirkan untuk menjadi pendamping terbaik untuk kami! Jika tidak, kami mohon dengan sangat, tolong menjauhlah dari kami, jika kalian hanya memberi pengharapan palsu! Sesungguhnya kalian terlalu berharga untuk menyakiti perempuan. Kalian terlalu berharga untuk mempermainkan wanita. Kalian terlalu berharga untuk melampiaskan perasaan sesaat kepada muslimah. Jangan undang kemurkaan Allah karena sikap yang tidak bijaksana seperti itu.
Terima kasih dan mohon maaf bila kalimat kami terlalu menyakitkan. Sekali lagi, kami hanya menyampaikan apa yang kami inginkan dan kami butuhkan: pribadi yang ada jiwa Rasulullah di dalam dirinya.
Wassalamu’alaikum…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar