Senin, 13 April 2015

Biaya Nikah 2015 (Bagian 2)

Assalaamu'alaikum, pembaca! Gimana kabarnya Senin ini? Yang sibuk, semoga tetap ceria ya. :)

Oke, hari ini kita lanjutin lagi pembahasan kita yang kemarin sempet tertunda, yaitu tentang biaya nikah 2015. Di bagian pertama dulu, udah kita bahas mengenai biaya sebelum hingga pas akad nikah aja (yang belum baca bagian pertama, bisa dibaca di sini). Sekarang, kita bahas yang setelah menikah ya, alias yang udah berumah tangga.

Biasanya nih, pengeluaran untuk rumah tangga itu didasarkan pada kebutuhan berdua (kalau rumah tangganya cuma berisi suami dan istri) atau bertiga (suami, istri, anak, kali aja dapet janda/duda beranak satu), atau berempat, berlima, berenam, pokoknya didasarkan pada kebutuhan anggota keluarga. Itu untuk pengeluaran yang normal. Yang sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Yang berdasarkan kemampuan, bukan kemauan. Yang sesuai kenyataan, bukan memaksakan gengsi dan gaya hidup. Jadi, harapannya kita bisa menyiapkan perencanaan pengeluaran anggaran sedini mungkin untuk kehidupan setelah menikah. :)

Coba kita lihat, ada apa aja yang mesti dipersiapkan untuk biaya setelah menikah.

1. Biaya Hidup
Perlu digarisbawahi BIAYA HIDUP GAK SAMA DENGAN GAYA HIDUP! Kalau gaya hidupnya sederhana, gapapa dilanjut aja sampai pernikahan menjumpai ajal. Karena biaya hidup akan mengikuti gaya hidup. Tapi kalau gaya hidupnya gak sederhana (baca: glamor, mewah, urakan, boros, dst.), wah, kayaknya kita coba belajar membenahi diri dulu deh sebelum membenahi keuangan, hehehe. Prinsipnya, biaya hidup yang boleh dipenuhi adalah kebutuhan keseharian (makan, minum, dst), kebutuhan bulanan (listrik, air, kontrakan, pendidikan, asuransi, dst.), kebutuhan tahunan (pajak kendaraan, pajak rumah, dst.), juga perlu dipersiapkan pengeluaran tak terduga, misalnya ada yang sakit dan harus opname (semoga gak sampai opname ya, kalaupun harus opname semoga sehari aja, gak usah sampai lebih dari tiga hari) dan membutuhkan biaya yang gak sedikit. 

2. Sumber Pendapatan
Nah, ini yang perlu dirembugkan juga sama pasangan. Sumber pendapatannya dirasa cukup gak buat kebutuhan hidup? Sekali lagi, KEBUTUHAN HIDUP. Maksud kebutuhan hidup ini emang banyak, tapi yang diutamakan adalah yang kebutuhan sekarang, kebutuhan mendesak, kebutuhan penting, dan kebutuhan primer. Kebutuhan sekunder dan tersier, dalam pembahasan kali ini gak masuk kebutuhan hidup. Kebutuhan nanti, kapan-kapan, gak penting, ketiganya (dalam pembahasan kali ini) gak masuk kebutuhan hidup. Beli tiket konser yang sekiranya bisa diwakili lewat MP3 ponsel, gak masuk hitungan kebutuhan hidup. Beli kuota internet yang sekiranya cuma buat hura-hura, bukan buat cari bahan makalah atau referensi memasak, gak masuk kebutuhan hidup. Intinya, yang gak menentukan hidup matinya seseorang, gak masuk kebutuhan hidup. Agak sadis emang, tapi kalau kita gak keras sama diri sendiri, mana bisa kita dikatakan layak untuk jadi orang disiplin dan sukses? Kalau bukan kita sendiri yang mencari pendapatan, lalu siapa lagi? Orang tua? Masih tega aja minta sama mereka. Katanya udah gede! Mertua? Serius mau minta "disuapin" terus sama mertua? Duh, where is our heart? Mbok ya kalau belum bisa membahagiakan itu jangan menyusahkan. 

3. Sedekah
Ini juga penting! Sisihkan sedikitnya 10% (kalau bisa lebih) dari penghasilan untuk diberikan kepada orang lain YANG BUKAN TANGGUNGAN KITA! Bukan kepada anak, bukan kepada istri, bukan kepada orang tua. Khusus untuk orang lain, lebih bagus lagi kalau dikasihkan ke orang yang gak mampu di sekitar kita. Kalau di antara kita ada yang udah nikah trus dia bisa leha-leha hidup mewah, jangan bangga karena usaha sendiri dan suami! Bisa aja itu karena imbas dari sedekah yang pernah dilakukan sesepuhnya dulu (baik orang tua, kakek-nenek, atau mungkin nenek moyangnya jauh dari zaman sebelum Belanda nyikat rempah-rempah Indonesia). Nah, kita juga perlu sedekah. Gak buat siapa-siapa, buat diri kita sendiri aja. Ada yang ingat pernah sedekah apa gitu ke seseorang, mungkin berupa uang buat pengemis atau berupa air minum saat ada orang yang haus? Bisa jadi itu yang menyelamatkan kita dari bencana atau yang meng"kaya"kan kita saat ini. Bisa aja toh saat ini kita yang lagi kaya sebenarnya mengalami hal yang parah (kayak nggelandang misalnya) kalau kita saat itu gak mau sedekah. Bagi kita yang lagi nggelandang, bisa aja tuh kita gak cuma ngalami hal yang "bebas" kayak gitu, kemungkinan malah lebih buruk lagi. *gak perlu disebutin buruknya kayak gimana*
Intinya, 10% itu lebih murah dibanding kesusahan yang akan kita atau anak cucu kita alami gara-gara gak mengeluarkannya. Selain berpahala, sedekah juga bisa menjadi investasi kita di dunia dan akhirat.

4. Hutang
Wow, beneran deh! Keterbukaan dalam rumah tangga itu penting, apalagi soal hutang. Berbuntut panjang tuh kalau hutang gak dibahas dan dimusyawarahkan sama pasangan. Bisa dituduh selingkuh kek gara-gara gaji bulanan gak masuk penuh kayak biasanya. Bisa dituduh kriminal kek gara-gara uang yang harusnya bisa dipake buat bayar listrik gak tau kemana jejaknya. Kan berabe tuh! Usahakan hutang lunas dulu sebelum pernikahan menghasilkan buah hati. Sebisa mungkin kita gak memberi contoh yang "kurang baik" kepada anak cucu, sekalipun hanya sekedar hutang. Kalau masih belum bisa meminjamkan uang (jangan pake bunga ya), setidaknya jangan pinjam uang. :)

5. Menabung dan Investasi
Ini juga gak kalah pentingnya, pemirsaaaa!! Tabungan, apapun bentuknya, yang bisa diambil sewaktu-waktu saat membutuhkan sangat penting. Terutama untuk mengantisipasi kalau-kalau perusahaan sedang pailit dan kita gak tau mau kerja apa, atau nyiapin kelahiran si buah hati yang tak diduga juga, atau mungkin juga saat ada kerabat yang sangat dekat dengan kita lalu kita harus membantunya karena dia mengalami kecelakaan parah. Gak ada ruginya menabung, selama bukan menabung masalah, hehehe. Investasi juga begitu. Apalagi kita juga tanggung jawab untuk menyiapkan masa depan yang lebih cerah untuk anak istri. Sedini mungkin kita siapkan anggota keluarga kita untuk siap hidup mandiri tanpa kita sehingga mereka bisa berusaha dengan keringatnya sendiri -tanpa lepas dari pengawasan dan pendidikan dari kita- untuk bisa berkutat dalam hidup. Syukur-syukur kalau mereka bisa menghidupi banyak orang dengan membuka lapangan kerja baru. Keren kan?

Jadi, pembahasan kali ini udah jelas banget, kita gak nyentuh nominal duit sama sekali. Silakan dianggarkan sendiri. Bisa pakai sistem 50-30-10-10 (50% untuk kebutuhan hidup, 30% ditabung, 10% untuk sedekah, sisanya untuk keperluan tak terduga). Bisa juga pakai aturan 30-30-30-10 (30% untuk kebutuhan harian, 30% untuk kebutuhan bulanan, 30% untuk kebutuhan tahunan, 10% untuk sedekah). Atau bisa juga pake yang agak 'beda' dan siap merapatkan ikat pinggang, 30-20-50 (30% untuk kebutuhan hidup, 20% untuk sedekah, 50% untuk tabungan dan investasi). Terserah mau pilih yang mana. Yang penting kita harus disiplin memposisikan dana mau ngalir kemana dan siap mempertanggungjawabkannya kalau-kalau ada yang ketlisut sewaktu-waktu. Setuju? Yang gak setuju, boleh komen secara santun di kolom komentar. ^_^

That's all, readers! I'll see you soon, and...
Wassalaamu'alaikum!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar